Jumat, 25 Desember 2015

Cahaya Kebenaran dari Konflik Suriah

Wartawan Republika Nashih Nashrullah, berkesempatan berbincang dengan Ketua Ikatan Ulama Suriah, Dr. Taufiq Al Buthi  pada sela-sela kunjungannya ke Indonesia menghadiri Konferensi ke- 4 International Conference of Islamic Scholars (ICIS) bulan November 2015. Saya membaca dengan terharu, sekaligus geram. Mengapa koran sebesar Republika, atau Kompas, atau yang lain, tak mau mengirim reporter ke Suriah sejak awal konflik (2012-2013)? Mereka bisa mengririm reporter ke berbagai penjuru dunia, mengapa tidak ke Suriah? Mengapa wawancara dengan Dr Al Buthi baru sekarang dilakukan, ketika kebencian terhadap kaum Syiah dan seruan-seruan jihad di Indonesia sudah masif tersebar, ketika latihan-latihan perang sudah dilakukan kaum radikalis di beberapa tempat di Indonesia? Saya saja yang “hanya” blogger, berhasilmewawancarai jurnalis Suriah yang berkunjung ke Indonesia untuk menengok putranya yang berbisnis di sini (2013). Kemana sensitivitas para reporter kawakan dan pengamat politik terkenal? Bahkan Republika dulu menurunkan tulisan yang isinya musuh kaum Muslim tak cuma Israel, demi menjustifikasi jihad di Suriah.
Baiklah, kesadaran yang terlambat lebih baik daripada tidak pernah sadar. Tapi sudah terlalu banyak persaudaraan dan toleransi di negeri ini sudah sedemikian tercederai selama 4 tahun terakhir dan entah bagaimana memperbaikinya dan mencegah kerusakan yang lebih parah lagi, perang sektarian ala Suriah, misalnya.
Berikut ini copas wawancara Republika dengan Dr. Taufiq al Buthi:
Nashrullah: Apa sebenarnya yang terjadi pada detik-detik menjelang kematian Ayah Anda, Syeikh al-Buthi?
Dr Taufiq: Pada 21 Maret 2013, usai shalat Maghrib, seorang pemuda berusia 18 tahun-an datang masuk ke Masjid al- Iman, Damaskus, ia semula duduk di belakang dua menit, lalu beranjak mendekati posisi ayah saya yang sedang menyampaikan kajian tafsir. Jarak antara pemuda dan posisi beliau duduk kira-kira enam meter. Lalu, meledakkan diri. Sebagian besar jamaah meninggal seketika berjumlah 45 orang. Total korban jiwa sebanyak 53 orang. Ledakan tak berdampak signifikan pada luka ayah saya, hanya luka ringan di bagian bibir. Bahan peledak C-4 itu di dalamnya terdapat potongan-potongan material kecil. Ledakkan begitu dahsyat, begitu tersadar, meski dalam kondisi berdarah-darah, Ahmad mencoba menolong kakeknya, tapi lukanya yang parah tak lagi mampu menopang dirinya sendiri. Ia terjatuh dan akhirnya syahid di rumah sakit.
Melalui telepon, kami mendapat informasi, ayahanda saya hanya terluka di bagian kening dan kaki, tetapi Allah SWT berkehendak lain, sesampainya di RS, saya dikasih tahu, beliau telah wafat. Saya akhirnya melihat langsung jenazahnya, perasaan bercampur aduk, seolah tak percaya.
Beliau seperti tertidur biasa. Mukanya putih, badannya masih hangat, bibirnya merah, saya cium keningnya.
Saya tanya ke dokter bagaimana kondisi Ahmad? Dokter menjawab kritis, Ahmad akhirnya wafat.
Dr. Taufiq Ramadhan al-Buthi
Syekh Al Buthi
Nashrullah: Peristiwa tragis ini terjadi, apakah ada firasat sebelumnya?
Dr Taufiq: Yang jelas, mereka menyadari al-Buthi yang telah menyingkap kebusukan di balik krisis Suriah ini harus segara dihabisi. Beberapa pekan sebelum ayah wafat, kita menggelar pertemuan keluarga dan beliau berkata, “Saya bermimpi, wallahu a’lam, apa maknanya, tapi saya berfirasat, ajal telah dekat.” Aksi teror sebetulnya tak membuat kami heran, kita sudah memperkirakan ini semua bakal terjadi, kami mengkhawatirkan ayah kami.
Pesan yang tersirat, yaitu hendak mencoreng wajah Islam lewat sosok al-Buthi. Pekan pertama krisis Suriah, saat saya sedang berada di Brunei Darussalam, sebuah bom dijatuhkan di depan rumah kami, selanjutnya, sebuah bom pernah dilempar nyaris mengenai mobil saya, ini bukan kali pertama, melainkan berulang.
Beberapa kali para pelaku juga menulis ancaman- ancaman dengan kata-kata kasar, menjijikkan, di tembok rumah kami. Begitulah mereka. Karena itu, beliau menyarankan agar tidak pergi ke masjid meski jarak rumah kami tak terlalu jauh karena akses menunju masjid tak lagi aman. Beberapa hari kemudian, Ayah saya kembali mengumpulkan keluarga, termasuk anak-anak saya.
Beliau meminta agar putraku yang tengah sakit, Mahmud, tak pergi merekam ceramah rutin beliau di Universitas al-Kuwait, dekat rumah. Namun, permintaan ini tak diiyakan, Mahmud dan Ahmad tetap berangkat untuk merekam episode ke-17 dari acara fi qadhaya as- sa’ah ma al-Buthi yang diasuh kakeknya tersebut. Ini adalah ceramah pamungkas. Beliau, kata putraku, berbicara blak-blakan dan menyadari bahwa ajal telah dekat.
Sekembalinya dari agenda itu, Ahmad bercengkerama dan berpamitan dengan segenap keluarga, seakan hendak pergi jauh. Mendekati Maghrib, ia bergegas menuju rumah kakeknya seolah-olah ada janji. Keduanya lantas shalat Maghrib ke Masjid al-Iman. Sementara, Mahmud tetap berada di rumah.
Usai shalat, dia kaget mendapat kabar, ada ledakan besar di Masjid Imam. Ia bergegas menuju masjid. Kita mencoba untuk tetap tenang dan mencari tahu apa yang sedang terjadi meski kabar itu mengguncang perasaan kami. Kami menyusul menuju rumah sakit bersama keluarga, termasuk istri dari Ahmad. Hingga saya melihat langsung apa yang terjadi.
Nashrullah: Lalu, seperti apakah sebetulnya sikap almarhum terhadap krisis Suriah?
Dr. Taufiq: Terkait konflik Suriah, almarhum ayah saya memiliki sikap yang dilandasi dengan kaidah syariat. Sikap tersebut tidak condong ke satu pihak atau mendukung pihak lainnya, tetapi berpegangan pada dua hal, hukum syariat menentang ulil amri (pemerintah) merujuk hadis dan pendapat ulama terkait masalah ini. Dan, kedua, fitnah ini adalah siasat pihak luar, terutama Zionis yang menginginkan pertumpahan darah di Suriah juga kehancuran dan perpecahan negara ini.
Terungkap di hadapan kami, agenda besar memecah belah Suriah secara sekterian dan sukuisme hingga menjadi negara-negara kecil yang saling bersiteru. Kami punya buktinya. Posisi ini menempatkan almarhum ayah saya sangat netral, tidak memuji pemerintah tak pula mencelanya, justru menjelaskan hukum syarinya, dan memperingatkan dampak dari fitnah ini. Anda bisa simak sikap beliau dalam film dokumentasi pendek di Youtube dari awal krisis meletus hingga menjelang hari syahidnya dengan judul “Watsaiqi Haula Mauqi al-`Allamah al-Buthi Min al-Azmat as-Suriyah”.
Faktanya, `serangan’ bertubi-tubi ditujukan kepada beliau dari stasiun TV yang berpihak mengobarkan fitnah dan menjulukinya dengan beragam gelar, seperti ulama pemerintah. Padahal, begitu jelas, ayah saya tak pernah sehari pun memuji Bashar al-Assad. Tiap bertemu Assad, al-Buthi justru menasihati langsung, tidak menyanjung.
Berbeda dengan ulama lainnya yang bermanis-manis ria di depan Assad, lalu mereka mengobarkan fitnah tatkala berada di belakang sang Presiden itu. Intimadasi dan ancaman yang dialamatkan ke ayah saya pun bermunculan.
Nashrullah: Apa sebenarnya yang tengah terjadi di negara Anda?
Dr. Taufiq: Konflik di negara kami bukan konflik sekterian dan agama yang membenturkan antara Sunni dan Syiah atau Muslim dan non-Muslim. Ada tiga target utama dari konflik yang melanda Suriah sekarang. Pertama, menghancurkan Suriah. Kedua, mendistorsi dan mencoreng wajah Islam di mata dunia sebagai agama yang menyeramkan sekaligus menakutkan agar mereka menjauh dari risalah ini. Kita punya contoh bukti. Misalnya, perang Suriah sekarang faktanya tidak melibatkan sesama warga Suriah asli sama sekali. Tetapi, konflik ini di-setting agar melibatkan warga sesama Suriah. Kita lihat sekarang ISIS, tak semuanya orang Suriah, begitu juga Jabhat al-Nusra, mereka gabungan dari jihadis dari berbagai negara.
Apakah mereka datang hanya untuk Assad? Tidak.
Sederhana saja, jika masalahnya adalah Assad, lihatlah yang terjadi di Libya, apakah saat Qaddafi berhasil dilengserkan dan dibunuh, masalah selesai? Tidak! Justru di sanalah permulaannya. Demikian juga, ketika Saddam Husein mati di tiang gantungan, Irak bebas masalah?
Tidak. Mereka ingin Suriah porak-poranda karena negara ini dianggap sulit ditaklukkan. Suriah hingga sekarang tak mau menyerahkan kehormatannya untuk mereka.
Nashrullah: Apa bukti lain bila konflik Suriah ini adalah skenario besar?
Dr. Taufiq: Sekarang saya tunjukkan bukti lagi. Banyak sekali para jihadis yang berasal dari Perancis, Inggris, ratusan, hingga ribuan berdatangan ke Suriah bersama dengan istri mereka bahkan melibatkan media dan beranggapan bahwa pintu surga terbuka melalui Suriah. Mereka datang bukan tanpa sepengetahuan negara-negara Barat, jelas Barat tahu.
Mustahil intelijen mereka tak mampu mendeteksi gerak- gerak para jihadis itu. Kita punya rekaman bagaimana aktivitas jihadis itu. Lihat saja, bagaimana seorang jihadis membunuh tentara Suriah, mengeluarkan jantung, lalu memakannya. Apa maksudnya? Tak lain menunjukkan ke Barat, ini lho potret seram Islam jika kalian memeluk agama ini, ujung-ujungnya akan seperti ini. Jadi, apa yang terjadi di Suriah sekarang, ialah mengatasnamakan Islam, tetapi justru untuk `menyembelih’ agama ini.
Tetapi, mereka melandasi doktrin mereka dengan agama? Di titik ini, saya menyangsikan, keislaman mereka.
Kalaupun Islam, mereka adalah kalangan yang tak mengerti hukum-hukum syariat. Islam masuk ke Eropa hanya kulitnya, permukaan saja. Dalam keyakinan para jihadis itu, pintu surga terbuka langsung di Suriah. Memang tidak semua termakan dengan propaganda negatif Islam itu, 20 persen mungkin bersikap bijak bahwa aksi teror di Suriah ini bukan wajah Islam, tapi 80 persen tak banya tahu.
Kondisi tersebut ternyata juga dimanfaatkan oleh Barat.
Inilah tujuan ketiga dari krisis Suriah, yaitu meng habisi umat Islam di Eropa. Biarkan Muslim Eropa berjihad ke Suriah, ratusan bahkan ribuan, dan biar me reka meninggal di sana. Ini pula tujuan ketika Barat mem biarkan Muslim Eropa berjihad ke Afghanistan dan Irak. Kita sudah dalam level target ketiga ini. Barat tak takut dengan Islam di timur, tetapi yang mereka takuti adalah kebangkitan Islam di Barat. Jika mereka takut Islam di Timur, pasti mereka akan menutup jihadis sejak di Imigrasi.
Nashrullah: Mengapa sekali lagi ISIS dan para jihadis mendasari doktrin itu dengan agama?
Dr Taufiq: Ideologi radikal dan ekstrem itu tak berdiri sendiri.
Ada skenario besar di belakangnya. Saya tak perlu sebut, semua orang tahu. Anda bisa lihat sendiri, mengapa ISIS tak memerangi Israel, justru berperang dengan saudara sesama Islam? Dan, lihatlah bagaimana bisa Jabhat al-Nusra mendapatkan logistik bahkan hingga peralatan perang dari Israel? Rudal Hawn berasal dari Israel. Korban luka dari al-Nusra juga ternyata diobati di Israel. Saya rasa, para jihadis itu tak sepenuhnya menyadari skenario besar ini. Pemahaman Islam mereka hanya di permukaan.
Buktinya, fatwa-fatwa yang mereka keluarkan sangat dangkal dan jauh dari prinsip Islam, seperti jihad nikah atau penggunaan narkoba. Mereka bersembunyi di balik ayat-ayat perang, padahal jelas Rasulullah Saw tidaklah diutus kecuali menjadi rahmat bagi alam semesta.
ISIS merusak fasilitas umum, memutuskan listrik, menghancurkan stasiun bahan bakar gas, mereka jual murah minyak mentah. Belum lagi cara mereka berlindung di balik warga sipil. Salah jika Suriah dituding justru yang menggunakan warga sipil sebagai benteng hidup, justru mereka. Tentara Suriah justru kini mendekati mereka head to head. Inilah bukti bahwa radikalisme dan ekstremisme mereka berangkat dari doktrin omong kosong.
Nashrullah: Di tengah kian memanasnya konflik Suriah saat ini, apakah Anda yakin krisis ini akan berakhir?
Dalam konteks Suriah, saya tidak melihat secara fisik. Saya hanya melihat prinsip-prinsip ketuhanan yang agung. Rasulullah Saw dalam hadis shahihnya mengatakan bahwa Allah SWT akan menjaga Syam dan penduduknya. Kita sangat yakin itu. Suriah yang diprediksi jatuh dalam hitungan minggu atau paling banter bulan, ternyata Alhamdulillah, memasuki tahun kelima, Allah masih melindungi negara kami.
Suriah hari ini bahkan lebih kuat dari kemarin.
Oposisi di Damaskus, berislah. Beberapa wilayah juga kembali ke pangkuan Suriah. Jihadis di Gouta saling berperang sesama mereka. Kawasan barat daya hingga perbatasan Palestina memang masih ada perang, tapi lumayan membaik juga demikian di Dar’a. Di wilayah Timur, seperti Raqqa, sebagian besar ISIS kabur.
Kendati demikian, kita tidak menafikan kesalahan sebagian dari kita. Tetapi, yang kita bicarakan adalah per soalan politik dan dinamika yang berkembang. Saya kem balikan lagi kepada tuntunan Alllah SWT dalam Alquran yang mengatakan “Dan apa saja bencana yang me nimpamu maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (QS an-Nisaa [4]: 79).
Saya yakin, krisis ini akan berakhir di bawah kemenangan Suriah. Tetapi, marilah kita berdoa agar para pendosa tidak menjadi penghalang kemenangan ini terwujud. Krisis ini adalah ujian dan pendidikan bagi kita.