Selasa, 27 Januari 2015

Belajar dari Solidaritas "Utmani" Turki untuk Muslim Sedunia

Tayeb Erdogan

Keberanian pemerintah Turki menganulir manuver (latihan) militer udara bersama di wilayah mereka yang akan diikuti oleh pesawat udara Israel dan Amerika memiliki dua sisi penting. Pertama, ini memiliki hubungan sikap Turki yang geram terhadap agresi Israel brutal ke Jalur Gaza awal tahun ini dan penggerebekan Israel ke masjid Al-Aqsha. Kedua, terkait dengan persiapan Israel Amerika menerapkan sanksi ekonomi terhadap Iran sebagai awal mula serangan udara menghancurkan program nuklir Iran.
PM Turki, Rajab Tayeb Erdogan memperkuat dukungan pribadinya terhadap hak Arab dan Islam di Palestina terjajah dan memalingkan diri dari Eropa yang menutup pintunya secara menghina bagi negeri Utsmani (Othoman) untuk bergabung dalam Uni Eropa.
Pemimpin Turki ini, yang mengecam keras pembantaian Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza dan pernah walkout dari sidang Gabungan Negara Davos sebagai reaksi atas kedustaan Presiden Israel, Simon Perez, tidak ingin pesawat militer yang merobek jasad anak-anak Palestina terbang di udara Turki.
Erdogan ingin berpesan kepada Israel dan Amerika, bahwa Turki sudah berubah cepat dan berpihak serta membela Arab Islam yang pernah dijauhkan oleh Kamal Attaturk yang menjilat Eropa. Erdogan bukan merampas kekuasaan pemerintahan negerinya melalui kudeta militer atau dengan dukungan dana dan militer Amerika seperti sebagian besar pemimpin dunia Islam, Arab khususnya. Namun ia menjadi PM melalui kotak pemilihan umum legislative yang bersih dan selalu menjadikan hukum sebagai panglimanya. Ia mendukung opini publik Turki yang mengecam kejahatan Israel. Namun ia memaafkan dosa negara-negara sosialis yang pernah memusuhinya.
***
Partai penguasa, Partai Keadilan dan Pembangunan memberikan pengalaman ekonomi yang patut ditiru. GNP (pendapatan bruto)nya pertahun mencapai 900 milyar dolar (sesuai perkiraan tahun 2008) telah mengantarkan Turki pada urutan 17 negara terbaik dalam pertumbuhan ekonominya, padahal Turki bukan negara minyak. Nilai ekspornya (bidang industri dan pertanian) mencapai 140 triliun dolar, urutan ke 32 tingkat dunia.
Capaian spektakuler ini mendorong Erdogan berani “bicara” kepada Ehud Olmet, PM Israel, dan Tzipi Livni Menlu Israel kala agresi Israel berlangsung bahwa dirinya adalah pimpinan keturunan dinasti Utsmani dan tindakan Israel di Jalur Gaza adalah titik hitam dalam sejarah kemanusiaan yang tidak akan dibiarkan. “Israel akan tenggelam dalam air mata bocah-bocah, wanita dan kaum terzalimi korban pembantaian ini”.
Sikap pahlawan yang tidak dilakukan elit Arab inilah yang menjadikan ribuan warga Turki menyambut pimpinan mereka yang tidak takut menghadapi Perez di Davos ketika ia datang di bandara Istanbul.
Langkah Turki ini bukan taktik. Sebab pemerintah Erdogan memperkuat hubungannya dengan Suriah dan Iran, dan presiden Turki Abdullah Goul menggagalkan kunjungan resminya ke Israel.
Kunjungan Erdogan dalam pekan ini ke Iran juga akan membawa misi bahwa Turki tidak akan ikut dalam embargo ekonomi terhadap negeri para Mullah ini.
***
Yang menyakitkan, sikap Turki yang mengagumkan ini justru terjadi di tengah kondisi “mati” Arab dalam semua levelnya, bahkan mereka ikut dalam poros Arab (moderat) – Israel melawan Iran.
Lebih menyakitkan lagi ini terjadi pada saat Otoritas Palestina di Ramallah berani menarik dukungan votingnya terhadap laporan Goldstone di Dewan HAM Internasioal PBB di Jenewa yang menuding Israel melakukan kejahatan perang dan kemanusiaan di Jalur Gaza.
Bangsa-bangsa dunia menudukung pemimpinnya yang menjaga kehormatan, mewujudkan kebebasan, kebangkitan ekonomi, politik dan militer, melawan kezaliman. Inilah yang menafsirkan kenapa rakyat Turki mendukung pimpinan mereka sekarang melalui proses demokrasi yang bersih. Bahkan bukan hanya di kalangan Turki, Erdogan memiliki tempat istimewa di hati seluruh bangsa Arab dan kaum muslimin karena keberanian sikapnya menghadapi sikap Israel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar