Masih ingat kasus Nariyah? Itu adalah seorang wanita yang mengaku
sebagai perawat Kuwait yang bersaksi bahwa tentara Irak melempar keluar
312 bayi dari inkubatornya hingga tewas setelah pasukan Irak menginvasi
Kuwait tahun 1991.
Media massa Amerika menayangkan kesaksian tersebut selama
berbulan-bulan, mengakibatkan publik Amerika marah kepada pemerintahan
Saddam Hussein di Irak dan merestui tentara Amerika melakukan serangan
terhadap Irak hingga berkobar Perang Teluk I yang menewaskan puluhan
ribu warga Irak.
Namun kemudian terbongkar kebenaran bahwa Nariyah adalah seorang
perawat palsu. Ia tidak pernah berada di Kuwait saat terjadi serangan
Irak. Ia bukan perawat dan ia adalah putri dari dubes Kuwait di Amerika,
Saud bin Nasir Al-Sabah. Saat kebenaran itu terkuak, kehancuran telah
terjadi di Irak. Dan kini propaganda palsu yang sama tengah dilancarkan
Amerika dan sekutu-sekutunya atas Syria.
Pertama kasus anak-anak Daraa. Pada awal terjadinya kerusuhan
di Syria bulan Maret 2011, media massa barat dan “underbow”-nya di
berbagai belahan bumi termasuk di Indonesia, gencar memberitakan kisah
tentang beberapa pelajar dari kota Daraa yang menulis di tembok bangunan
tulisan yang berbunyi “Rakyat menginginkan pemerintahan jatuh”. Akibat
tulisan tersebut mereka ditangkap oleh aparat keamanan dan disiksa
dengan berbagai cara, termasuk dengan mencabut kuku-kuku mereka. Setelah
dua tahun, tidak pernah diketahui di mana anak-anak itu sekarang,
termasuk wajah dan identitas mereka, termasuk tidak diketahui siapa yang
pertama kali menuliskan cerita ini. Anak-anak itu bagaikan cerita
hantu.
Kedua kasus kematian Hamza Alkhatib, seorang remaja yang tewas dimutilasi di Daraa pada awal kerusuhan. Cerita yang beredar adalah bahwa ketika mulai terjadi kerusuhan, tentara membunuhnya dan menyembunyikan mayatnya selama beberapa hari. Kemudian mereka menyerahkan mayat yang telah termutilasi ini kepada keluarganya sehingga menimbulkan kemarahan warga yang berakibat kerusuhan yang semakin meluas. Cerita ini tentu saja sangat tidak rasional. Kalau tentara benar-benar membunuhnya, mengapa mereka harus memutilasinya dan menyembunyikan mayatnya selama beberapa hari dan kemudian menyerahkan kepada keluarganya saat kondisi tengah rusuh? Cerita tersebut juga tidak sejalan dengan fakta bahwa orang tua Hamza telah bertemu dengan Presiden Bashar al Assad dan kemudian berkata, “Saya tidak akan mengijinkan siapapun memanfaatkan kematian anak saya. Saya tidak percaya tentara telah membunuhnya, dan Presiden telah menjanjikan penyidikan atas kasus ini.”
Ketiga kasus kematian bayi dalam inkubator di Hama. Ceritanya
berbeda sedikit saja dengan kasus Nariyah, yaitu tentara Syria memasuki
rumah sakit kemudian mematikan lampu penghangat inkubator sehingga
menewaskan bayi-bayi di dalamnya. Cerita ini beredar seiring beredarnya
sebuah foto di dunia maya yang ternyata diambil dari Alexandria, Mesir.
Tidak ada seorang saksi pun yang membenarkan kebenaran foto tersebut dan
tidak ada satu keluarga pun di Syria yang mengakui bayinya meninggal di
dalam inkubator. Setidaknya dalam kasus Nariyah terdapat seorang saksi,
meski kemudian terbukti sebagai saksi palsu, yaitu Nariyah si putri
duta besar.
Keempat adalah kasus blogger lesbian bernama Amina Arraf.
Cerita yang beredar adalah seorang blogger lesbian Syria bernama Amina
Arraff ditangkap polisi Syria karena memposting tulisan-tulisan anti
pemerintah. Ia disiksa dalam penjara dan ceritanya beredar di Facebook
hingga menarik pengikut lebih dari 220 ribu orang “facebooker” di
seluruh dunia. Cerita tersebut bahkan mendapat tempat di media-media
mapan seperti BBC, CNN, The Guardians, FOX dan
lain-lain. Namun ternyata cerita tersebut hanya ilusi seorang laki-laki
Amerika yang bosan dengan hidupnya dan berusaha mendapatkan kesenangan
instan melalui media sosial.
Kelima adalah pembantaian Zainab Al-Hosni, seorang wanita dari kota Homs. Cerita yang beredar bersama video yang diunggah di YouTube
adalah mayat Zainab yang ditemukan dengan tubuhnya yang telah
dimutilasi. Pengambil gambar video terdengar meneriakkan kata-kata
sumpah serapah kepada satu golongan etnis tertentu yang dianggapnya
sebagai pembantai Zainab. Namun kemudian terungkap bahwa Zainab masih
hidup. Dengan KTP yang sama dengan identitas Zainab Al-Hosni yang
dinyatakan sebagai korban pembantaian, Zainab asli mengaku dalam
wawancara dengan televisi Syria bahwa dirinya telah lari dari
keluarganya karena alasan pribadi. Hingga saat ini tidak diketahui
identitas sebenarnya dari mayat termutilasi yang beredar di YouTube serta orang yang mengambil gambar dan meng-up-load-nya ke YouTube.
REF:
“Syria: Top Five Propoganda Stories”; thetruthseeker.co.uk; 6 April 2013
“Syria: Top Five Propoganda Stories”; thetruthseeker.co.uk; 6 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar