Tayeb Erdogan |
Keberanian pemerintah Turki menganulir manuver (latihan) militer
udara bersama di wilayah mereka yang akan diikuti oleh pesawat udara
Israel dan Amerika memiliki dua sisi penting. Pertama, ini memiliki
hubungan sikap Turki yang geram terhadap agresi Israel brutal ke Jalur
Gaza awal tahun ini dan penggerebekan Israel ke masjid Al-Aqsha. Kedua,
terkait dengan persiapan Israel Amerika menerapkan sanksi ekonomi
terhadap Iran sebagai awal mula serangan udara menghancurkan program
nuklir Iran.
PM Turki, Rajab Tayeb Erdogan memperkuat dukungan
pribadinya terhadap hak Arab dan Islam di Palestina terjajah dan
memalingkan diri dari Eropa yang menutup pintunya secara menghina bagi
negeri Utsmani (Othoman) untuk bergabung dalam Uni Eropa.
Pemimpin
Turki ini, yang mengecam keras pembantaian Israel terhadap warga
Palestina di Jalur Gaza dan pernah walkout dari sidang Gabungan Negara
Davos sebagai reaksi atas kedustaan Presiden Israel, Simon Perez, tidak
ingin pesawat militer yang merobek jasad anak-anak Palestina terbang di
udara Turki.
Erdogan ingin berpesan kepada Israel dan Amerika,
bahwa Turki sudah berubah cepat dan berpihak serta membela Arab Islam
yang pernah dijauhkan oleh Kamal Attaturk yang menjilat Eropa. Erdogan
bukan merampas kekuasaan pemerintahan negerinya melalui kudeta militer
atau dengan dukungan dana dan militer Amerika seperti sebagian besar
pemimpin dunia Islam, Arab khususnya. Namun ia menjadi PM melalui kotak
pemilihan umum legislative yang bersih dan selalu menjadikan hukum
sebagai panglimanya. Ia mendukung opini publik Turki yang mengecam
kejahatan Israel. Namun ia memaafkan dosa negara-negara sosialis yang
pernah memusuhinya.
***
Partai penguasa, Partai Keadilan dan
Pembangunan memberikan pengalaman ekonomi yang patut ditiru. GNP
(pendapatan bruto)nya pertahun mencapai 900 milyar dolar (sesuai
perkiraan tahun 2008) telah mengantarkan Turki pada urutan 17 negara
terbaik dalam pertumbuhan ekonominya, padahal Turki bukan negara minyak.
Nilai ekspornya (bidang industri dan pertanian) mencapai 140 triliun
dolar, urutan ke 32 tingkat dunia.
Capaian spektakuler ini
mendorong Erdogan berani “bicara” kepada Ehud Olmet, PM Israel, dan
Tzipi Livni Menlu Israel kala agresi Israel berlangsung bahwa dirinya
adalah pimpinan keturunan dinasti Utsmani dan tindakan Israel di Jalur
Gaza adalah titik hitam dalam sejarah kemanusiaan yang tidak akan
dibiarkan. “Israel akan tenggelam dalam air mata bocah-bocah, wanita dan
kaum terzalimi korban pembantaian ini”.
Sikap pahlawan yang tidak
dilakukan elit Arab inilah yang menjadikan ribuan warga Turki menyambut
pimpinan mereka yang tidak takut menghadapi Perez di Davos ketika ia
datang di bandara Istanbul.
Langkah Turki ini bukan taktik. Sebab
pemerintah Erdogan memperkuat hubungannya dengan Suriah dan Iran, dan
presiden Turki Abdullah Goul menggagalkan kunjungan resminya ke Israel.
Kunjungan
Erdogan dalam pekan ini ke Iran juga akan membawa misi bahwa Turki
tidak akan ikut dalam embargo ekonomi terhadap negeri para Mullah ini.
***
Yang
menyakitkan, sikap Turki yang mengagumkan ini justru terjadi di tengah
kondisi “mati” Arab dalam semua levelnya, bahkan mereka ikut dalam
poros Arab (moderat) – Israel melawan Iran.
Lebih menyakitkan lagi
ini terjadi pada saat Otoritas Palestina di Ramallah berani menarik
dukungan votingnya terhadap laporan Goldstone di Dewan HAM Internasioal
PBB di Jenewa yang menuding Israel melakukan kejahatan perang dan
kemanusiaan di Jalur Gaza.
Bangsa-bangsa dunia menudukung
pemimpinnya yang menjaga kehormatan, mewujudkan kebebasan, kebangkitan
ekonomi, politik dan militer, melawan kezaliman. Inilah yang menafsirkan
kenapa rakyat Turki mendukung pimpinan mereka sekarang melalui proses
demokrasi yang bersih. Bahkan bukan hanya di kalangan Turki, Erdogan
memiliki tempat istimewa di hati seluruh bangsa Arab dan kaum muslimin
karena keberanian sikapnya menghadapi sikap Israel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar