Gilad Atzmon |
Gilad Atzmon adalah salah satu penulis favorit saya. Bukunya, the Wandering
Who, membongkar ideologi dan filosofi Yahudi dan Zionisme hingga ke
akarnya. Tak pelak, dia pun dibenci oleh para Zionis, meski di saat yang
sama, mampu mencerahkan banyak orang Yahudi. Yang aneh, bahkan sebagian
aktivis Palestina pun memrotes buku itu, antara lain Ali Abunimah.
Mereka telah membuat petisi menuduh Gilad sebagai rasis. Buku itu
seolah menjadi ‘pembeda’ bagi mereka yang mengaku aktivis pembela
Palestina. Ada mereka yang benar-benar menginginkan kemerdekaan
Palestina, dan mereka ini mendukung buku Atzmon. Tapi ada banyak juga
yang sebenarnya hanya ingin kekuasaan dan uang melalui aktivitasnya itu.
Kehadiran buku ini juga membongkar kedok sebagian kelompok perdamaian
Yahudi, karena sebagian kelompok Yahudi yang mengklaim diri
antipenjajahan di Palestina, justru menolak isi buku ini. Di sini
terlihat bahwa mereka sebenarnya hanya ingin melakukan pencitraan saja,
tapi tidak benar-benar menginginkan tegaknya keadilan di Palestina.
Atzmon aktif mengkritik sepak terjang Israel dengan sudut pandang
yang unik, sudut pandang seorang Yahudi yang benar-benar memahami esensi
Israel dan keyahudian. Tulisan terbaru di blog Atzmon
adalah tentang sepak terjang Israel di Suriah dan menurut saya menarik
dicermati. Saya akan terjemahkan sebagiannya, berikut ini.
Pada minggu terakhir ini kita menyaksikan betapa Inggris dan Prancis dengan putus asa berupaya mendorong dilakukannya intervensi militer di Suriah. Sudah menjadi rahasia umum, baik pemerintah Inggris maupun Prancis sesungguhnya didominasi oleh kelompok lobby pro-Israel. Di Inggris, kelompok lobby itu adalah organisasi ultra Zionis, CFI (Conservatif Friend of Israel). Tampaknya 80% anggota parlemen konservatif Inggris adalah anggota dari organisasi ini. Di Prancis situasinya bahkan lebih dahsyat, sistem politik negara itu seluruhnya dibajak oleh CRIF (Conseil Représentatif des Institutions juives de France).
Jika ada yang masih belum paham mengapa lobby Yahudi mendorong intervensi militer langsung di Suriah, Debka, kanal berita Israel, telah memberikan jawabannya. Tampaknya, tentara Suriah telah memenangkan semua lini pertempuran [melawan pemberontak]. Kalkulasi militer dan geopolitik Israel telah terbukti salah.
Menurut Debka, “Pertempuran Damaskus sudah berakhir. Tentara Suriah telah kembali menguasai kota dengan kemenangan heroik. Para pemberontak, sebagian besar tentara bayaran, telah kalah dalam pertempuran mereka dan tidak dapat melakukan aksi lebih banyak dari sekedar serangan sporadis. Mereka tidak bisa lagi melancarkan serangan, atau menimbulkan ancaman ke pusat kota, bandara, atau pangkalan militer udara Suriah di dekatnya. Pesawat Rusia dan Iran yang terus-menerus membawa suplai baru untuk menjaga agar tentara Suriah terus bisa bertempur, kini telah bisa kembali mendarat di bandara Damaskus yang sebelumnya selama berbulan-bulan disandera pemberontak. “
…
Debka menyatakan bahwa perwira senior IDF (Israel Defense Force) mengkritik menteri pertahanan Israel (Moshe Ya’alon) yang “menyesatkan” Knesset beberapa hari lalu, dengan memperkirakan bahwa “Bashar Assad hanya mengendalikan 40% dari wilayah Suriah.” Debka menyebut bahwa Menhan Israel telah mendasarkan diri pada informasi intelijen yang salah dan hal ini membuat angkatan bersenjata Israel telah bertindak atas dasar data yang tidak akurat. Debka juga menekankan, kalkulasi yang keliru telah mengarahkan pada pengambilan keputusan yang salah.
Debka jelas cukup berani untuk mengakui bahwa miskalkulasi militer Israel mungkin akan mendatangkan bencana dahsyat [bagi Israel]. Debka menulis, “Pengeboman besar-besaran Israel terhadap gudang senjata dari Iran untuk Hizbullah yang disimpan dekat Damaskus, ternyata terbukti malah mendatangkan bahaya. Aksi ini justru memberi Bashar Assad kekuatan, bukannya melemahkan tekadnya. “
…
Debka juga menyimpulkan, Israel kini menghadapi realitas yang baru. Israel kini berhadapan langsung dengan pasukan Hizbullah yang mengalir dari Libanon menuju dataran tinggi Golan dan perbatasan dengan Suriah.
Yang menarik, Atzmon menutup tulisannya dengan mengkritik media
Barat. Menurutnya, adalah menyedihkan, justru Debka (media Israel) yang
memberi jawaban mengapa Inggris dan Prancis sedemikian berkeras untuk
melakukan intervensi militer di Suriah. Mengapa bukan media Barat
sendiri? Jelas, keberpihakan pemerintah Inggris dan Prancis terhadap
Israel justru merugikan rakyat di kedua negara itu sendiri; sumber dana
yang besar dihamburkan untuk perang demi Israel, bukan untuk
kesejahteraan rakyat. Setidaknya, menurut Atzmon, media Israel saja
berani mengkritik pemimpinnya sendiri. Sementara, media massa Barat
malah bertindak sebaliknya.
Kritikan Atzmon ini cocok juga disampaikan kepada (sebagian) media
Islam yang justru menjadi corong Zionis. Ketika media Israel sendiri
sudah buka-bukaan menyatakan bahwa Israel memang terlibat dalam perang
Suriah dan memiliki kepentingan besar dalam upaya penjatuhan Assad,
mengapa (sebagian) media Islam tetap bersikeras bahwa konflik Suriah
adalah pemberontakan kaum Sunni terhadap sebuah rezim yang dituduh sesat
dan kafir?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar