"Kalau
Eropa memang bersalah membantai kaum Yahudi pada PD II, lalu mengapa
Palestina yang harus menanggung akibatnya? Seharusnya Eropa menyediakan
tanah di wilayahnya sendiri untuk mendirikan negara Israel.
Kalau
pembantaian itu tidak pernah ada, lalu mengapa Eropa mendukung
pendirian negara Israel di atas tanah Palestina dengan alasan kemazluman
bangsa Yahudi pada PD II?"
(Ahmadinejad, Mantan Presiden Iran)
Angela Merkel, Kanselir Jerman |
Mahmoud Ahmadinejad, mantan Presiden Iran |
Pernyataan keras Presiden Iran tentang Zionis ini menyulut kemarahan para pemimpin Eropa. Kanselir Jerman, Angela Merkel, mengatakan, “Sebagai Kanselir Jerman, dan dalam pandangan tanggung jawab sejarah, saya hanya bisa mengatakan bahwa kami menentang hal ini dalam bentuk yang paling keras dan kami akan melakukan apa saja yang mungkin untuk menjelaskan bahwa tidak boleh ada ancaman apapun bagi hak Israel untuk eksis dan kita harus mengambil pandangan yang realistis dan jelas tentang sejarah, dan hal itu termasuk tanggung jawab Jerman.”[1]
Holocaust atau
peristiwa pembantaian enam juta Yahudi Eropa pada zaman Perang Dunia
Kedua, bagi banyak orang adalah sebuah fakta sejarah yang tidak
terbantahkan. Namun, tak kurang dari sejarawan sekaliber Robert
Faurisson dan Profesor Roger Garaudy asal Perancis, harus menanggung
hukuman dan denda atas tulisan mereka yang mengungkapkan fakta dibalik
Holocaust, antara lain: tidak mungkin ada enam juta orang Yahudi pada zaman itu. Bahkan, jumlah korban dari ras Eropa dalam PD II sesungguhnya jauh lebih besar daripada ras Yahudi.[2]
Upaya untuk
mengungkapkan kebenaran tentang Holocaust memang memerlukan nyali yang
sangat besar. Saat ini, sejarawan Inggris, David Irving, sedang ditahan
di Austria dan menunggu proses pengadilan terhadapnya. “Kejahatan” yang
dilakukan Irving adalah: mengingkari fakta Holocaust. Walikota London
saat ini juga sedang dihadapkan ke pengadilan atas kesalahan
“mengingkari Holocaust”. Beberapa orang lainnya, juga mengalami nasib
serupa, misalnya Ernest Zandel asal Kanada, Gatsom Amadeus wartaman asal Swiss,
George Ashley, seorang guru asal AS, dan Dr. Joel Heyward, seorang
dosen asal New Zealand. Mereka harus menjalani hukuman atas keberanian
mereka menentang fakta adanya Holocaust pada PD II.
Pada dekade 1980-an,
organisasi Zionisme Internasional telah menyusun undang-undang yang
bertujuan untuk mencegah terhapusnya peristiwa Holocaust dari sejarah.
Pada bulan Juli tahun 1990, UU ini disahkan oleh pemerintah Perancis.
Dalam UU ini disebutkan bahwa segala bentuk keraguan terhadap peristiwa
Holocaust, baik berupa keraguan terhadap adanya Holocaust itu sendiri,
atau keraguan atas jumlah korban (yaitu 6 juta orang) dalam peristiwa
itu, atau keraguan tentang adanya kamar gas NAZI untuk membunuhi orang
Yahudi, dinilai sebagai tindakan kriminal dan dijatuhi penjara antara 1
bulan hingga 1 tahun serta denda 2000-3000 Frank. Atas tekanan lobi-lobi
Zionis, UU serupa juga disahkan di Ingris, AS, dan negara-negara
Eropa lainnya.
Pertanyaannya kini, apakah Holocaust itu mitos atau fakta? Saya yang bukan
sejarawan, tentu tidak punya kapabilitas untuk menjawabnya (dan
bisa-bisa, nanti saya diseret pula ke penjara). Silakan saja Anda
membaca buku karya Prof. Roger Garaudy, “The Founding Myths of Israeli Politics”, di situ dimuat secara jelas data-data mengenai (tidak adanya) Holocaust pada PD II.
Namun, ada fakta menarik yang saya temukan di harian Kayhan terbitan Tehran. Fakta itu berbunyi: Holocaust memang ada!
“Holocaust bermakna
pembunuhan massal dengan cara membakar hidup-hidup para korban, dan
sebagian ahli bahasa menyatakan bahwa asal kata ini bermula dari
kejadian pada abad ke-6 di Yaman. Pada abad ke-5, Dinasti Himyarite
menaklukkan kerajaan Saba di Yaman. Pada abad ke-6, seorang raja Dinasti
Himyarite, yaitu Raja Dzu Nuwas, mengubah agama kerajaan (yang semula
Kristen) menjadi agama Yahudi. Dalam rangka ini, dilakukan pembantaian
massal terhadap orang-orang Kristen yang masih berkeras memeluk agama
mereka. Diceritakan bahwa pada peristiwa itu, Raja Dzu Nuwas duduk di
singgasanannya dengan dikelilingi para Rabi Yahudi. Di hadapan mereka
ada kayu-kayu bakar yang telah disusun dan api pun disulut sehingga
terbentuklah api unggun yang sangat besar. Tak jauh dari tempat itu, orang-orang
Kristen, termasuk anak-anak dan perempuan, tua dan muda, dikumpulkan
dengan tangan terikat. Suara jeritan menyayat membubung ke udara. Lalu,
Raja Dzu Nuwas mengeluarkan perintah dengan suara keras dan… kaum
Kristen Yaman itu pun terbakar hidup-hidup.[3]
Ya, Holocaust memang
pernah terjadi, yaitu pembakaran hidup-hidup orang-orang Kristen Yaman
abad ke-6. Namun, bedanya, Holocaust yang disebut-sebut menimpa kaum
Yahudi pada Perang Dunia Kedua dijadikan alasan untuk membantu mereka
mendirikan sebuah negara khusus Yahudi, demi mencegah terulangnya
sejarah. Dengan kata lain, agar kaum Yahudi dapat hidup aman dan
tenteram, perlu didirikan sebuah negara khusus. Pada awalnya, kawasan
yang menjadi kandidat adalah Ethiopia dan Argentina. Namun, kedua
wilayah itu dianggap kurang strategis dan muncullah Palestina sebagai
kandidat. Apalagi, Palestina juga memiliki sejarah panjang, yang sangat
cocok bagi justifikasi pendirian negara Israel di wilayah itu. Kaum
Yahudi pada zaman dahulu kala pernah tinggal di sana dan kemudian
terusir, lalu hidup menyebar di berbagai negara di dunia. Bahkan,
disebut-sebut, dulu ada kuil Sulaiman milik bangsa Yahudi, yang kini di
atasnya telah dibangun Masjidil Aqsa.
Lalu, dimulailah
sejarah pahit bagi bangsa Palestina itu. Pada masa-masa akhir penjajahan
Inggris di Palestina, secara sistematis, berdatanganlah orang-orang
Yahudi Zionis (kita perlu membedakan antara Yahudi murni dan Yahudi berpaham Zionis yang mengarsiteki pendirian negara Israel)
yang meneror, merampas, atau membeli secara paksa tanah milik
orang-orang Palestina. Setelah Inggris meninggalkan Palestina, pada
tahun 1948, kaum Zionis pun memproklamasikan berdirinya negara Israel.
Sayang, mereka melupakan satu fakta penting. Bangsa Palestina
mayoritasnya adalah muslim, yang memiliki satu prinsip tak tergoyahkan:
jihad memperjuangkan tanah air adalah sebuah kewajiban. Itulah sebabnya,
segala bentuk penindasan dan teror yang dilakukan tentara Zionis
–termasuk juga propaganda global untuk mendukung Zionisme dan
mencitrakan bangsa Palestina sebagai teroris– hingga kini tidak pernah
bisa memadamkan api perjuangan bangsa Palestina.
Kaum Zionis juga
melupakan satu logika penting: kalau benar mereka menjadi korban
Holocaust yang dilakukan tentara NAZI Jerman, mengapa yang harus menebus
kesalahan itu adalah bangsa Palestina dan mereka dianggap berhak
mendirikan negara Israel di tanah tanah Palestina?
Khaibar..Khaibar Yaa Yahud…inna jaysya Muhammad saya’ud!
(dimuat di majalah Syi’ar)
___________________________________
[3] Kayhan newspaper, 13 Desember 2005, Tehran
Fakta mengenai adanya ‘massacre’ kaum Kristen Yaman oleh Raja Dzu Nuwas bisa juga dicek di http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Yemen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar