Jumat, 25 Juli 2014

Holocaust: Mitos atau Fakta?

"Kalau Eropa memang bersalah membantai kaum Yahudi pada PD II, lalu mengapa Palestina yang harus menanggung akibatnya? Seharusnya Eropa menyediakan tanah di wilayahnya sendiri untuk mendirikan negara Israel.
Kalau pembantaian itu tidak pernah ada, lalu mengapa Eropa mendukung pendirian negara Israel di atas tanah Palestina dengan alasan kemazluman bangsa Yahudi pada PD II?"
(Ahmadinejad, Mantan Presiden Iran)

Angela Merkel, Kanselir Jerman
Mahmoud Ahmadinejad, mantan Presiden Iran















Pernyataan keras Presiden Iran tentang Zionis ini menyulut kemarahan para pemimpin Eropa. Kanselir Jerman, Angela Merkel, mengatakan, “Sebagai Kanselir Jerman, dan dalam pandangan tanggung jawab sejarah, saya hanya bisa mengatakan bahwa kami menentang hal ini dalam bentuk yang paling keras dan kami akan melakukan apa saja yang mungkin untuk menjelaskan bahwa tidak boleh ada ancaman apapun bagi hak Israel untuk eksis dan kita harus mengambil pandangan yang realistis dan jelas tentang sejarah, dan hal itu termasuk tanggung jawab Jerman.”[1]
Holocaust atau peristiwa pembantaian enam juta Yahudi Eropa pada zaman Perang Dunia Kedua, bagi banyak orang adalah sebuah fakta sejarah yang tidak terbantahkan. Namun, tak kurang dari sejarawan sekaliber Robert Faurisson dan Profesor Roger Garaudy asal Perancis, harus menanggung hukuman dan denda atas tulisan mereka yang mengungkapkan fakta dibalik Holocaust, antara lain: tidak mungkin ada enam juta orang Yahudi pada zaman itu. Bahkan, jumlah korban dari ras Eropa dalam PD II sesungguhnya jauh lebih besar daripada ras Yahudi.[2]
Upaya untuk mengungkapkan kebenaran tentang Holocaust memang memerlukan nyali yang sangat besar. Saat ini, sejarawan Inggris, David Irving, sedang ditahan di Austria dan menunggu proses pengadilan terhadapnya. “Kejahatan” yang dilakukan Irving adalah: mengingkari fakta Holocaust. Walikota London saat ini juga sedang dihadapkan ke pengadilan atas kesalahan “mengingkari Holocaust”. Beberapa orang lainnya, juga mengalami nasib serupa, misalnya Ernest Zandel asal Kanada, Gatsom Amadeus wartaman asal Swiss, George Ashley, seorang guru asal AS, dan Dr. Joel Heyward, seorang dosen asal New Zealand. Mereka harus menjalani hukuman atas keberanian mereka menentang fakta adanya Holocaust pada PD II.
Pada dekade 1980-an, organisasi Zionisme Internasional telah menyusun undang-undang yang bertujuan untuk mencegah terhapusnya peristiwa Holocaust dari sejarah. Pada bulan Juli tahun 1990, UU ini disahkan oleh pemerintah Perancis. Dalam UU ini disebutkan bahwa segala bentuk keraguan terhadap peristiwa Holocaust, baik berupa keraguan terhadap adanya Holocaust itu sendiri, atau keraguan atas jumlah korban (yaitu 6 juta orang) dalam peristiwa itu, atau keraguan tentang adanya kamar gas NAZI untuk membunuhi orang Yahudi, dinilai sebagai tindakan kriminal dan dijatuhi penjara antara 1 bulan hingga 1 tahun serta denda 2000-3000 Frank. Atas tekanan lobi-lobi Zionis, UU serupa juga disahkan di Ingris, AS, dan negara-negara Eropa lainnya.
Pertanyaannya kini, apakah Holocaust itu mitos atau fakta? Saya yang bukan sejarawan, tentu tidak punya kapabilitas untuk menjawabnya (dan bisa-bisa, nanti saya diseret pula ke penjara). Silakan saja Anda membaca buku karya Prof. Roger Garaudy, “The Founding Myths of Israeli Politics”, di situ dimuat secara jelas data-data mengenai (tidak adanya) Holocaust pada PD II.
Namun, ada fakta menarik yang saya temukan di harian Kayhan terbitan Tehran. Fakta itu berbunyi: Holocaust memang ada!
“Holocaust bermakna pembunuhan massal dengan cara membakar hidup-hidup para korban, dan sebagian ahli bahasa menyatakan bahwa asal kata ini bermula dari kejadian pada abad ke-6 di Yaman. Pada abad ke-5, Dinasti Himyarite menaklukkan kerajaan Saba di Yaman. Pada abad ke-6, seorang raja Dinasti Himyarite, yaitu Raja Dzu Nuwas, mengubah agama kerajaan (yang semula Kristen) menjadi agama Yahudi. Dalam rangka ini, dilakukan pembantaian massal terhadap orang-orang Kristen yang masih berkeras memeluk agama mereka. Diceritakan bahwa pada peristiwa itu, Raja Dzu Nuwas duduk di singgasanannya dengan dikelilingi para Rabi Yahudi. Di hadapan mereka ada kayu-kayu bakar yang telah disusun dan api pun disulut sehingga terbentuklah api unggun yang sangat besar. Tak jauh dari tempat itu, orang-orang Kristen, termasuk anak-anak dan perempuan, tua dan muda, dikumpulkan dengan tangan terikat. Suara jeritan menyayat membubung ke udara. Lalu, Raja Dzu Nuwas mengeluarkan perintah dengan suara keras dan… kaum Kristen Yaman itu pun terbakar hidup-hidup.[3]
Ya, Holocaust memang pernah terjadi, yaitu pembakaran hidup-hidup orang-orang Kristen Yaman abad ke-6. Namun, bedanya, Holocaust yang disebut-sebut menimpa kaum Yahudi pada Perang Dunia Kedua dijadikan alasan untuk membantu mereka mendirikan sebuah negara khusus Yahudi, demi mencegah terulangnya sejarah. Dengan kata lain, agar kaum Yahudi dapat hidup aman dan tenteram, perlu didirikan sebuah negara khusus. Pada awalnya, kawasan yang menjadi kandidat adalah Ethiopia dan Argentina. Namun, kedua wilayah itu dianggap kurang strategis dan muncullah Palestina sebagai kandidat. Apalagi, Palestina juga memiliki sejarah panjang, yang sangat cocok bagi justifikasi pendirian negara Israel di wilayah itu. Kaum Yahudi pada zaman dahulu kala pernah tinggal di sana dan kemudian terusir, lalu hidup menyebar di berbagai negara di dunia. Bahkan, disebut-sebut, dulu ada kuil Sulaiman milik bangsa Yahudi, yang kini di atasnya telah dibangun Masjidil Aqsa.
Lalu, dimulailah sejarah pahit bagi bangsa Palestina itu. Pada masa-masa akhir penjajahan Inggris di Palestina, secara sistematis, berdatanganlah orang-orang Yahudi Zionis (kita perlu membedakan antara Yahudi murni dan Yahudi berpaham Zionis yang mengarsiteki pendirian negara Israel) yang meneror, merampas, atau membeli secara paksa tanah milik orang-orang Palestina. Setelah Inggris meninggalkan Palestina, pada tahun 1948, kaum Zionis pun memproklamasikan berdirinya negara Israel. Sayang, mereka melupakan satu fakta penting. Bangsa Palestina mayoritasnya adalah muslim, yang memiliki satu prinsip tak tergoyahkan: jihad memperjuangkan tanah air adalah sebuah kewajiban. Itulah sebabnya, segala bentuk penindasan dan teror yang dilakukan tentara Zionis –termasuk juga propaganda global untuk mendukung Zionisme dan mencitrakan bangsa Palestina sebagai teroris– hingga kini tidak pernah bisa memadamkan api perjuangan bangsa Palestina.
Kaum Zionis juga melupakan satu logika penting: kalau benar mereka menjadi korban Holocaust yang dilakukan tentara NAZI Jerman, mengapa yang harus menebus kesalahan itu adalah bangsa Palestina dan mereka dianggap berhak mendirikan negara Israel di tanah tanah Palestina?
Khaibar..Khaibar Yaa Yahud…inna jaysya Muhammad saya’ud!
(dimuat di majalah Syi’ar)

___________________________________

[3] Kayhan newspaper, 13 Desember 2005, Tehran
Fakta mengenai adanya ‘massacre’ kaum Kristen Yaman oleh Raja Dzu Nuwas bisa juga dicek di http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Yemen.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar