Senin, 28 Juli 2014

Israel: Antara Usaha Menghapus Al-Aqsha dan Kehancuran Eksistensinya Sendiri

Beberapa bulan terakhir, Israel tak henti melakukan aksi penggalian terowongan di bawah Masjid Al-Aqsha. Tujuannya, dunia semua tahu, mencari pondasi kuil Solomon yang mereka klaim dan mereka jadikan mitos dan terus bekerja untuk menghilangkan Masjid Al-Aqsha.
Jika penggalian di bawah Al-Aqsha menyakiti perasaan umat Islam di bulan Ramadhan, maka di bulan lain juga akan menyulut perang yang tidak mampu dihadapi Israel. Sebab dengan tindakan seperti ini, Israel semakin memperdalam perasaan kebencian dalam diri 1,5 milyar muslim di dunia jika Israel melanggar kesucian Al-Aqsha. Bagaimana keyakinan kanan ekstrim Israel terhadap sebuah masjid? Ini pertanyaan yang sering disampaikan oleh rabi-rabi yahudi di Israel.
Bagaimana jawabannya? Ringkasnya, “Masjid Islam di mata kanan ekstrim Israel tidak memiliki kesucian. Sebab kesucian di dunia ini bersumber dari tuhan yang diberikan kepada dunia sesuai dengan karunia yang diberikannya. Sementara itu tuhan memilih bukit haikal (kulil) yang merupakan pusat bagi kesucian di dunia”. Sekarang bisa dipahami kenapa Israel terus melakukan usaha menghilangkan Al-Aqsha.
Selain itu, kanan ekstrim Israel juga menilai bahwa masjid Al-Aqsha adalah tempat yang dianggap menyimpang sebab Islam disebut sebagai agama baru. Masjid ini dianggap sebagai representasi dari firman tuhan sehingga tidak layak dianggap sebagai suci. Apalagi tentang realita dasar dari prinsip ekstrimis yahudi bahwa masjid-masjid Islam terutama yang ada di Israel telah menjadi pusat spiritual bagi perang atas agama Israel dan bani Israel serta markas dari penyembunyian senjata.
Apakah ada di dalam agama kristen pandangan yang mendukung pandangan prinsip ekstrim Israel untuk menghilangkan Al-Aqsha dan membangun haikal? Dalam sejarahnya, Israel mengenal tiga kuil:
1.       Kuil satu kuil Sulaiman (Solomon) yang dibangun tahun 1004 SM dan dihancurkan kepada tahun 587 SM di tangan Nabkhodl Nashr raja Babilonia.
2.       Kuil kedua; kuil Zoro Babil yang dibangun tahun 150 SM dan dihancurkan oleh komandan Romawi Antikhus IV.
3.       Kuil ketiga yang dikenal dengan nama kuil Harodes yang mulai dibangun tahun 19 SM dan berlangsung hingga tahun 64 M yang dihancurkan oleh komandan Romawi Titus tahun 70 M.
Kembali kepada pertanyaan lalu, Kristen mengingkari berdirinya kuil baru yahudi untuk selamanya. Ini yang dikatakan oleh Jesus bahwa “dirinya tidak akan meninggalkannya di sini berada di atas bebatuan kecuali itu akan punah”. Ini berari menurut semua perawi dan penafsir kristen yang dipercaya di kalangan Injil bahwa sanad teologi apapun bagi gagasan kuil baru bagi baik di Al-Aqsha saat ini atau di tempat berbeda.
Apakah Israel akan menuju kehancurannya jika ngotot menghilangkan Al-Aqsha, atau menghilangkan seluruh tempat suci Islam dan Kristen di Palestina.
Jauh dari semangat Islam, tidak ada permusuhan dengan yahudi sebagai risalah langit. Namun permusuhan pemikiran adalah dengan penafsiran-penafsiran ekstrim dan riwayat rasis bagi pengikutnya atau karena sebagian mereka yang menjadi penentu kebijakan di Israel. Bisa disimpulkan bahwa Israel mengarah ke jalan yang tidak jelas dan tidak ada yang menjamin masa depannya.
Tahun lalu, New York Times merilis sebuah artikel berjudul “Asal Muasal Israel Sebagai Negara Demokrasi Hampir Hilang”. Dalam artikel ini disebutkan polemik soal rekruitmen pelajar sekolah agama yahudi untuk menjadi militer. Ini menunjukkan bahwa mereka masih mengalami perbedaan tajam soal masa depan demokrasi setelah enam dekade berdirinya negara mereka.
Sebelumnya, hakim mahkamah Israel Robert Bens ikut dalam laporan yang dimuat oleh harian Jerusalem Post soal kemunduran moral dan sosial di Israel. Ia mengatakan, “Kami saat ini hidup dalam pengalaman kekalahan demi kekalahan dan konflik kelas sosial dan kemiskinan serta hilangnya kepercayaan umum kepada semua instansi negara.”
Tragedi paling memilukan bagi negara Israel adalah bahwa negara penjajah ini sudah menjadi beban bagi Amerika. Di awal tahun ini, muncul jajak pendapat di sebagian perguruan tinggi Amerika bahwa sepertiga pelajar di perguruan tinggi Amerika itu meyakini bahwa Israel menjadi beban bagi Amerika. Bukan hanya itu, harian Maarev Israel menegaskan bahwa jajak pendapat itu mengisyaratkan seperempat mahasiswa Amerika menilai bahwa Israel adalah negara Aparteid; Rasis Diskriminatif Modern.
Bahkan harian Israel lainnya Maarev di awal Juli 2012 menegaskan dalam catatan redaksinya bahwa “kami sudah merugi di seluruh bidang”. Barangkali pembicaraan saat ini soal penghilangan Al-Aqsha adalah jalan tercepat untuk menghindari konflik internal Israel dan merupakan pembicaraan soal akhir-akhir dan kehancuran Israel untuk sekali lagi dan selamanya.
Penghancuran Al-Aqsha dan usaha untuk mengarah ke situ secara serius sudah pasti akan menggiring bangsa-bangsa Arab dan Islam di sekitarnya untuk melakukan aksi balasan dan perang besar kepada Israel. Bahkan CIA menyinggung dalam studinya di 12 Februari 2009 soal problema masa depan Israel itu. Jika Israel berlanjut dalam menempuh politik peperangan, maka Israel akan dihapus dari eksistensinya selama 20 tahun ke depan, tegas laporan CIA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar