Sayyid Hassan Nasrullah, Sekjen Hizbullah |
Hari
Jumat tanggal 20 Oktober lalu, sebagaimana Jumat-Jumat terakhir lainnya
di bulan Ramadhan selama 27 tahun terakhir, jutaan orang Iran turun ke
jalan-jalan dan melakukan demonstrasi membela Palestina, yang diberi
nama demonstrasi Yaumul Quds. Namun tahun ini, demostrasi itu lebih
besar dan punya kesan lebih dalam dari tahun-tahun sebelumnya karena
dilakukan tak lama setelah Hizbullah berhasil meruntuhkan mitos tak
terkalahkan yang selama ini disematkan di dada Israel. Yel-yel marg bar Israel (kematian bagi Israel), marg bar Amrika (kematian bagi Amerika) dipekikkan di berbagai kota di Iran.
Di Teheran, tampak sebuah spanduk raksasa menampilkan foto Sayid Hasan
Nasrullah dan bertuliskan “Israel lebih rapuh dari rumah laba-laba”
digotong beberapa orang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, para peserta
demo menunaikan sholat Jumat bersama-sama dan membentuk shaf panjang,
yang di Teheran bisa mencapai puluhan kilometer.
Memperhatikan
kehadiran jutaan orang Iran dalam demonstrasi itu, terlintas pertanyaan
dalam hati saya, mengapa orang-orang Iran itu sedemikian bersemangat
membela bangsa Palestina? Untuk apa? Bukankan Iran sendiri punya banyak
masalah di dalam negeri yang harus diselesaikannya? Begitu pula, mengapa
kita orang-orang Indonesia juga menyuarakan pembelaan terhadap
Palestina? Mengapa harus ada penggalangan dana untuk Palestina? Mengapa
perlu diselenggarakan konferensi-konferensi khusus untuk membela
Palestina? Mengapa Presiden Indonesia harus jauh-jauh berkunjung ke
Timur Tengah untuk ikut campur dalam penyelesaian masalah Palestina?
Tentu saja, hal ini bukan berarti saya tidak berperikemanusiaan
dan tidak peduli pada pendertitaan bangsa Palestina. Namun, bukankah
bangsa Indonesia sendiri menghadapi sangat banyak problema? Banjir,
lumpur, gempa, kemiskinan, atau pengangguran adalah di antara sekian
banyak beban yang harus ditanggung sebagian rakyat Indonesia. Bukankah
yang seharusnya lebih diperhatikan oleh bangsa Indonesia adalah nasib saudara-saudara sebangsanya sendiri?
Jawaban
dari pertanyaan itu kemudian saya temukan dalam isi pidato Presiden
Iran, Mahmoud Ahmadinejad yang disampaikannya 26 Oktober 2005 di
Teheran. Pidato ini telah membuat dunia gempar karena media-media massa asing mengekspos salah satu kalimat di dalamnya, Israel must be wiped off the map (Israel harus dihapuskan dari peta dunia). Padahal, kalimat aslinya adalah, “Emam-e aziz-e man farmudan ke in rezim-e eshqalgar-e qods bayad az shafh-e ruz-e gar mahv shavad.” (Imam—Khomeini—tercinta kita berkata bahwa rezim penjajah Al Quds ini harus dihapuskan dari dunia).
Kalimat
‘Israel harus dihapuskan dari peta dunia’ sedemikian menggema ke
seluruh dunia. Dunia Islam mendukung kalimat itu dan Ahmadinejad pun
menjadi icon baru dalam perjuangan anti Israel. Sebaliknya,
dunia Barat berusaha menampilkan citra keras Islam, yaitu bahwa
orang-orang Islam ingin membasmi orang-orang Israel. Tentu saja, bila
kita merujuk kepada teks asli pidato Ahmadinejad tersebut, adalah jelas
bahwa yang dimaksud bukanlah membasmi atau memusnahkan orang-orang
Yahudi penghuni Israel, melainkan menumbangkan rezim Zionis yang telah
menjajah Al Quds selama lebih dari setengah abad terakhir. Bukankah
menurut Piagam PBB setiap bangsa berhak untuk meraih kemerdekaannya?
Tentu saja bangsa Palestina tidak terkecualikan dari hak ini, bukan?
Namun,
dunia mencatat bahwa kalimat bersejarah yang diungkapkan oleh Imam
Khomeini itu telah menjadi inspirasi bagi kaum muslimin Palestina untuk
terus berjuang tanpa kenal kata menyerah. Hal ini antara lain
diungkapkan Simon Peres, mantan Perdana Menteri Israel, “Pernyataan
Pemimpin Iran bahwa Israel harus dilenyapkan dari sejarah, telah
memberikan pukulan yang paling telak bagi keamanan dan kepentingan
Israel dalam dua dekade terakhir. Sampai-sampai, senjata secanggih
apapun tidak mampu menumpaskan gerakan intifada dan mencegah terjadinya
operasi mati syahid.”
Kembali kepada teks pidato Ahmadinejad. Pidato
itu disampaikan di depan sekitar 3000 pelajar Iran dalam konferensi
bertema “Dunia Tanpa Zionisme”. Karena itu, tidak heran bila
kalimat-kalimat dalam pidato ini sangat ringan dan mudah dicerna. Dalam
pidato ini, Ahmadinejadi mengajak para pelajar itu untuk berpikir, “Sesungguhnya, apa yang terjadi di Palestina? Apakah ini perang antara sebuah negara (=Israel, pent.) melawan
negara-negara lain? Atau, perang antara sebuah negara (=Israel, pent.)
melawan dunia Arab? Apakah perang itu terbatas pada wilayah Palestina
saja? Dalam pandangan saya, jawaban dari semua pertanyaan tadi adalah:
tidak.”
Menurut
Ahmadinejad, pendirian rezim Zionis adalah sebuah gerakan besar yang
dilakukan oleh kekuatan-kekuatan adidaya dunia melawan dunia Islam. Di
antara dunia Islam dan kekuatan-kekuatan adidaya itu sedang terjadi
perang bersejarah yang berakar pada ratusan tahun yang silam. Dalam
perang bersejarah ini, terjadi saling pergantian posisi. Pada satu
zaman, umat Islam yang menang dan berhasil membangun peradabannya yang
cemerlang. Pada zaman lain, kekuatan-kekuatan adidaya itu yang menang.
Sayangnya, selama 300 tahun terakhir, dunia Islam harus berada di pihak
yang kalah.
Ahmadinejad menggunakan istilah militer untuk mendeskripsikan Israel, brigde-head, yaitu sebuah posko yang dibangun di jantung wilayah musuh dengan tujuan melancarkan serangan selanjutnya secara lebih efektif. Begitu
pula tujuan didirikannya Israel. Kekuatan-kekuatan adidaya itu ingin
mempertahankan kemenangan dengan cara membangun sebuah brigde-head
di jantung dunia Islam, yaitu di Al Quds (Palestina). Oleh karena itu,
perang yang kini tengah terjadi di Palestina sebenarnya adalah garis
depan perang antara dunia Islam melawan kekuatan-kekuatan adidaya yang
ingin menghancurkan Islam. Perang yang sedang terjadi ini adalah perang
yang menentukan nasib dunia Islam. Kekalahan di perang ini akan menjadi
kekalahan seluruh umat Islam dan merupakan kekalahan penutup dari perang
yang telah berlangsung ratusan tahun itu. Dengan demikian, bangsa
Palestina hari ini adalah wakil dari umat Islam dalam menghadapi
serangan kekuatan-kekuatan yang anti dunia Islam.
Penjelasan
sederhana dari Ahmadinejad itu cukup memuaskan berbagai pertanyaan yang
sempat muncul di benak saya. Kaum muslimin sedunia memang harus membela
Palestina dan berupaya dengan berbagai jalan, antara lain dengan
penggalangan dana, untuk mengusir rezim Israel dari tanah Palestina.
Sebagai penutup, saya ulangi lagi pertanyaan yang diungkapkan
Ahmadinejad kepada negara-negara Barat, “Bila Israel didirikan sebagai
penebus penderitaan mereka akibat Holocaust, mengapa Israel didirikan di
Palestina? Mengapa Israel tidak didirikan di wilayah negara-negara
Barat yang menjadi pelaku Holocaust tersebut?”
*Sebuah renungan di Yaumul Quds 26 Ramadhan 1427H di Teheran*
Update: 2 Januari 2009, ditulis di Bandung:
Mengapa kita -apapun agamanya-harus dukung Palestina? Jawab: karena…
1. Kekejaman Rezim Zionis telah
mencorengkan arang di wajah orang-orang beriman, apapun agamanya. Rezim
ini melakukan pembunuhan kontinyu, perusakan rumah-rumah dan ladang
pertanian, merusak tampat-tempat suci, masjid, dan gereja, menyerang
kawasan-kawasan permukiman dan non-permukiman secara kontinyu, serta
melakukan teror-teror yang sudah direncanakan dan (bahkan) diumumkan
terlebih dahulu. (Perilaku rezim ini) tidak hanya menginjak-injak
kehormatan bangsa Palestina tetapi juga kehormatan semua kaum muslimin
dan kaum pencinta kebebasan di dunia. Manusia yang beriman dan berhati
nurani, apapun agamanya, sudah sepntasnya merasa terhina bila melihat
saudaranya-sesama umat manusia-diinjak-injak dan diperlakukan dengan
sedemikian hina.
2. Rezim Zionis telah menimbulkan perpecahan dan atmosfer perang di dunia Islam.
Dengan menginfiltrasi dan menebarkan prasangka buruk, rezim ini telah
menjauhkan hubungan antarnegara di kawasan. Mereka menjalin
hubungan-hubungan (politik) di balik layar, memaksakan perjanjian berat
militer dan ekonomi, serta melakukan politik kotor hegemoni terhadap
negara-negara Islam dan negara-negara di kawasan. Rezim Zionis merupakan
pusat kesepakatan negara-negara opresor dan musuh umat Islam.
Musuh-musuh (Islam) dengan memperkuat dan mendukung ancaman seperti ini
(Zionis) secara praktis telah melancarkan tekanan kepada umat Islam dan
bangsa-bangsa di kawasan ini. Meski di antara para opresor itu terdapat
perbedaan mendalam, tapi mereka bersatu di
titik ini. Sesungguhnya, rezim ini menjadi wakil kekuatan-kekuatan
opresor dan imperialis dalam melakukan teror, ancaman, dan menciptakan
perpecahan dalam hubungan politik, ekonomi, dan budaya di antara
negara-negara kawasan (Timur Tengah) dengan negara-negara lain di dunia.
3. Rezim
Zionis masih berdiri hingga hari ini dengan ditopang oleh suplai dana
yang sangat-sangat besar dari negara-negara pendukungnya, terutama AS.
Setiap penduduk AS dan Eropa dikenai pajak untuk hampir semua komoditi
yang digunakannya, bahkan untuk setiap roti yang mereka makan. Tapi,
perusahaan-perusahaan Zionis dibebaskan dari pajak dengan alasan,
dananya akan digunakan untuk membantu Israel. Negara-negara berkembang
dan miskin pun tak luput jadi korban. Sudah
banyak diketahui umum bahwa perusahaan-perusahaan terkemuka di AS—negara
pendukung utama Rezim Zionis—dimiliki oleh para pengusaha Zionis.
Mereka melebarkan bisnis ke berbagai penjuru dunia dan dengan cara-cara
yang curang, mengeruk uang dari negara-negara berkembang. John Perkins,
penulis buku Confessions of an Economic Hit Man menceritakan modus operandi lembaga-lembaga keuangan AS dalam mengeruk uang:
Salah
satu kondisi pinjaman itu –katakanlah US $ 1milyar untuk negara seperti
Indonesia atau Ekuador—negara ini kemudian harus memberikan 90% dari
uang pinjaman itu kepada satu atau beberapa perusahaan AS untuk
membangun infrastruktur—misalnya Halliburton atau Bechtel. Ini adalah
perusahaan yang besar. Perusahaan-perusahaan ini kemudian akan membangun
sistem listrik atau pelabuhan atau jalan tol, dan pada dasarnya proyek
seperti ini hanya melayani sejumlah kecil keluarga-keluarga terkaya di
negara-negara itu. Rakyat miskin di negara-negara itu akan terbentur
pada hutang yang luar biasa besar, yang tidak mungkin mereka bayar. [1]
Keuntungan
besar yang mereka peroleh itu, ujung-ujungnya, digunakan untuk menopang
kelangsungan hidup Rezim Zionis. Sejak tahun 1973, AS telah mengirimkan
bantuan keuangan untuk Israel senilai lebih dari 1,6 trilyun dollar!
Lalu, kini, masihkah kita mempertanyakan apa perlunya kita mendukung Palestina?
Dan saya
pikir, selain doa dan dana, yang bisa dan perlu kita lakukan adalah:
boikot produk yang berafiliasi dengan Rezim Zionis!
______________________________________
[1] Wawancara Amy Goodman dengan John Perkins, http://www.democracynow.org/2004/11/9/confessions_of_an_economic_hit_man
Tidak ada komentar:
Posting Komentar